Minggu, 27 Agustus 2017

Kesadaran Sejarah Pendidikan Islam sebagai Landasan Etik Membangun Pendidikan Islam


Kesadaran Sejarah Pendidikan Islam sebagai
Landasan Etik Membangun Pendidikan Islam
Mengawali topik ini, saya mengajukan sebuah pertanyaan analisis “mengapa kesadaran akan sejarah pendidikan menjadi hal penting dalam upaya membangun pendidikan Islam kontemporer di Indonesia?” Ada beberapa alasan mendasar mengenai pentingnya  kesadaran sejarah pendidikan Islam, khususnya di Indonesia. Pertama, adanya perintah langsung dari Allah sebagaimana tercantum di dalam al-Qur’an bahwa setiap manusia yang beriman harus mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Kedua, realitas sosial yang terjadi sekarang ini pada dasarnya merupakan kesinambungan dari fenomena yang telah terjadi pada masa sebelumnya. Ketiga, setiap realitas yang terjadi pasti mengandung hikmah untuk kehidupan umat manusia.

1.            Ayat al-Qur’an sebagai Landasan Kesadaran Sejarah
Dalam surat al-A`raf ayat 176 dicantumkan secara eksplisit tentang perlunya mengambil pelajaran dari setiap kisah yang disebutkan dalam al-Qur’an yang memuat kisah-kisah tentang kehidupan sebelum masa Nabi Muhammad banyak disebut-sebut oleh al-Qur’an, terutama mengenai peristiwa penting yang ada hubungannya dengan Nabi-Nabi, misalnya tentang Nabi Adam AS.

 Ada beberapa peristiwa penting yang berkenaan dengan Nabi Adam AS, yaitu; pertama, tentang keberadaan Adam AS di tengah-tegah komunitas lainnya, yakni iblis dan malaikat. Dari peristiwa dialog antara Allah, malaikat, dan iblis sekitar keberadaannya, dapat dipahami tentang konsep gradasi, atau kelas sosial yang banyak dipengaruhi oleh kualitas atau potensi yang dimiliki oleh individu.

 Ketika Adam AS telah diberikan “ilmu” oleh Allah, kemudian malaikat dan iblis disuruh untuk bersujud kepada Adam, padahal secara genetika, Adam AS tidak lebih terhormat dari malaikat dan iblis, sebab Nabi Adam AS diciptakan dari tanah, sedangkan malaikat dari cahaya dan iblis dari api. Tetapi secara kualitas, Adam AS mempunyai kapasitas intelektual yang lebih tinggi, sebab ia mempunyai kelebihan mengetahui, dan memahami “al-asma’” yang telah diajarkan oleh Allah kepadanya dan tidak diberikan kepada malaikat dan iblis. 

Dari individu yang berkualitas inilah yang pada akhirnya melahirkan peradaban dunia  itu. Jadi, dari kisah ini bukan materi kisahnya yang diambil, tetapi pesan etiknya yang perlu kita bawa ke dalam dunia kontemporer. Bagaimanapun juga ajaran-ajaran al-Qur’an bagi umat Islam merupakan dasar ideologi dalam kehidupan keberagamaannya, termasuk di dalamnya pemikiran tentang pendidikan, karena pendidikan merupakan sarana untuk transformasi ajaran agama kepada ummat dan generasi berikutnya (Gutek, 1988 : 145 – 162).

Menyimak kisah tentang Adam AS di atas, pertanyaan yang muncul, bukan seperti apa sosok Adam AS itu (dalam arti fisik), bukan siapa orang tuanya, bukan juga di mana ia tinggal. Namun pertanyaan yang saya kira patut diajukan adalah apa pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa tersebut untuk kehidupan kita sekarang. Anggap saja kualitas pribadi Adam yang lebih tinggi dari malaikat dan iblis. Maka muncul pertanyaan yang kedua mengapa ia menjadi lebih berkualitas, jawabnya karena ia mempunyai pengetahuan atau informasi tentang al-asma’ (kemampuan memahami fenomena yang ada). 

Dari peristiwa yang amat purba itu dapat dibawa ke dalam fenomena kontemporer, bahwa untuk menghasilkan peradaban yang maju, individu yang memenangkan persaingan harus dimulai dengan adanya individu yang berkualitas. Dengan demikian, harus ada lembaga pendidikan yang dapat menghasilkan pribadi-pribadi yang berkualitas itu. Jadi konsep tentang pendidikan berkualitas itu sudah disebutkan di dalam al-Quran, tetapi selama ini belum terungkap karena keterbatasan metodologi untuk memahami al-Qur’an yang lebih sesuai dengan kebutuhan pemikiran Islam kontemporer. Demikian juga dengan peristiwa-peristiwa historis lainnya yang banyak disebutkan dalam al-Qur’an, selama ayat-ayat tersebut dibaca dengan metodologi yang tepat (katakanlah dengan pendekatan sintetik analitik).


Cara berfikir (frame) seperti kita memahami peristiwa Adam AS tersebut, dapat digunakan untuk memahami peristiwa-peristiwa sejarah masa lalu kita sendiri, sejarah bangsa lain, baik yang purba atau baru saja berlalu. Dalam konteks pendidikan Islam, kita harus mempunyai kesadaran akan arti penting mempelajari sejarah pendidikan Islam yang pernah terjadi, kemudian mengambil hikmahnya untuk dijadikan sarana analisis dan konstruksi pendidikan Islam kontemporer. 

Dengan demikian, satu hal penting dari belajar sejarah adalah memahami peristiwa sejarah secara kritis-analitis, sehingga ada makna etik yang dapat diambil dari peristiwa itu, bukan hanya sekedar menghafal materinya dari a sampai z, bukan sekedar mengetahui tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya (Rahman, 1982 : 4-20).      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Duga Pemilu Curang, Ramai-ramai Kyai dan Ulama Sampang Desak Bawaslu Gelar Coblos Ulang LAPORAN :  NOVIYANTO AJI SABTU, 17 FEBRUARI 2024 |...