Duga Pemilu Curang, Ramai-ramai Kyai dan Ulama Sampang Desak Bawaslu Gelar Coblos Ulang
Puluhan kyai dan ulama
Puluhan kyai dan ulama
-->
Suku Komering dalam uraian Pulau Gemantung adalah satu klan dari Suku Lampung yang berasal dari Kepaksian Sekala Brak yang telah lama bermigrasi ke dataran Sumatera Selatan pada sekitar abad ke-7. Di situ mereka beranak-pinak dan membentuk suku atau marga.
Nama Komering diambil dari nama Way atau Sungai di dataran Sumatera Selatan yang menandai daerah kekuasaan Komering.
Sebagaimana juga ditulis Zawawi Kamil (Menggali Babad & Sedjarah Lampung) disebutkan dalam sajak dialek Komering: "Adat lembaga sai ti pakaisa buasal jak Belasa Kapampang, sajaman rik Tanoh Pagaruyung pemerintah Bunda Kandung, cakak di Gunung Pesagi rogoh di Sekala Berak, sangon kok turun-temurun jak ninik puyang paija, cambai urai ti usung dilom adat pusako".
Terjemahannya berarti "Adat Lembaga yang digunakan ini berasal dari Belasa Kepampang (Nangka Bercabang), sezaman dengan Ranah Pagaruyung pemerintah Bundo Kandung di Minang Kabau, Naik di Gunung Pesagi turun di Sekala Brak, Memang sudah turun temurun dari nenek moyang dahulu, Sirih pinang dibawa di dalam adat pusaka, Kalau tidak pandai tata tertib tanda tidak berbangsa".
Suku Komering, seperti diuraikan oleh Pulau Gemantung, yang tulisanya disarikan dan dielaborasi dalam tulisan ini, terbagi beberapa marga, di antaranya Marga Paku Sengkunyit, Marga Sosoh Buay Rayap, Marga Buay Pemuka Peliyung, Marga Buay Madang, Marga Semendawai (OKU) dan Marga Bengkulah (OKI).
Sejak abad pertengahan, lahirlah beberapa hal seperti mitos. Mitos pertama, tentang seorang panglima dari bala tentara Fatahilah, Banten, bernama Tan Dipulau, yang menjadi tamu di daerah Marga Semendawai Suku III.
Ia datang menggunakan perahu menelusuri Sungai Komering. Tan Dipulau berlabuh dan menetap di daerah Marga Semendawai Suku III, tepatnya di Dusun Kuripan.
Keturunan Tan Dipulau membuka permukiman baru di seberang sungai atau seberang dusun Kuripan, yang disebut Dusun Gunung Jati. Selanjutnya, Marga Semendawai disebut keturunan Tan Dipulau dari Dusun Kuripan. Sedangkan untuk di Marga Bengkulah, pembawa dan penyiar Islam adalah Moyang Tuan Syarif Ali dan Tuan Murarob yang berasal dari Banten dan dibantu oleh Tuan Tanjung Idrus Salam.
Tan Dipulau dalam Bahasa Komering berarti 'Tuan di Pulau'. Makamnya, yang terletak di Dusun Kuripan, hingga kini masih terpelihara. Masyarakat Komering, khususnya marga Semendawai, sering berziarah kubur ke makam tersebut.
Mitos lain yang beredar dan merupakan sebuah kesalahan besar yang menyatakan bahwa asal-usul Suku Komering masih ada hubungannya dengan Suku Batak di Sumatera Utara, dimana dikatakan bahwa Suku Komering dengan Suku Batak Sumatera Utara dikisahkan masih bersaudara, kakak-beradik yang datang dari negeri seberang.
Setelah sampai di Sumatra, mereka berpisah. Sang kakak pergi ke selatan menjadi puyang Suku Komering, dan sang adik ke utara menjadi nenek moyang Suku Batak.
Apa yang mendasari pendapat para penulis tersebut, apakah hanya sebatas dari sumber cerita rakyat yang tidak mempunyai bukti kongkrit dan kejelasan akan fakta tersebut. Bahkan cerita rakyat yang menyatakan mitos tersebut tidak diketahui secara menyeluruh oleh semua masyarakat Komering, dan hanya berkembang di daerah Ogan komering Ulu, itu pun tidak menyebar secara luas.
Karena jika dilihat dari segi Adat Istiadat, mulai dari rumah dan pakaian adat, makanan tradisional, hukum, tatacara adat serta kebiasaan masyarakat, sama sekali tidak ditemukan kemiripan yang identik yang dapat mendifinisikan bahwa adanya hubungan asal-usul antara Suku Komering dengan Suku batak di Sumatera Utara.
Kemudian jika dilihat dari segi etnis atau ras, mulai dari bentuk wajah dan warna kulit, juga tidak ditemukan kemiripan yang identik, karena biasanya orang yang berasal dari Suku Batak memiliki rahang bawah yang lebih tegas dan cenderung membentuk segi dengan tulang alis dan tulang pipi yang sedikit lebih menonjol, berbeda dengan orang yang berasal dari Suku Komering yang memiliki ciri-ciri fisik yang lebih mirip dengan ras Melayu pada umumnya.
Apa yang melatar belakangi pendapat tersebut? Lagi-lagi pertanyaan ini sering terngiang pada pikiran kami, bahkan mungkin pada anda semua sebagai pembaca. Dilihat dari segi Bahasa, apakah hanya dikarenakan adanya beberapa kosa kata dari masyarakat Suku Komering ada kemiripannya dengan Suku Batak di Sumatera Utara, jika itu yang mendasari pendapat tersebut, seberapa banyak kemiripan kosa kata yang ada?
Tidak hanya dengan Suku Sunda, Bahasa Komering juga memiliki kesamaan kosa kata dengan Bahasa Melayu, baik itu Melayu Palembang maupun Melayu Piawai (Riau, Langkat, Serdang, Siak), Bahasa Aceh bahkan dengan Suku Jawa, di antara kesamaan kosa kata tersebut adalah: kawai (Melayu Piawai dan komering) yang berarti baju, sayu (Melayu Piawai dan Komering) yang berarti sedih atau pikiran jauh, biduk (Melayu Piawai dan Komering) yang berarti perahu, pinggan/pingan (Melayu Piawai dan Komering) yang berarti piring.
Kemiripan dengan bahasa Aceh diantaranya, Apui (Aceh dan Komering) yang berarti api, Kulat/Kulak (Aceh dan Komering) yang berarti jamur, Tanoh (Aceh dan Komering) yang berarti tanah, Asu (Jawa dan Komering) yang berarti anjing, Rawang/Lawang (Jawa dan Komering) yang berarti pintu, Sapa (Jawa) dengan Sopo (Komering) yang serarti siapa.
Demikian beberapa fakta yang ada, dan sebenarnya mungkin masih terdapat banyak lagi kemiripan kosa kata lainnya, yang tentunya tidak dapat kita sajikan semuanya dalam artikel ini. Dengan beberapa kemiripan kosa kata yang ada antara bahasa komering dengan beberapa Suku di Indonesia tersebut, apakah asal-usul Suku Komering bisa dikatakan ada hubungannya dengan dengan beberapa suku tersebut?
Seperti yang kita ketahui bersama, di dalam Suku Komering itu sendiri terdapat paling tidak dua ragam intonasi suara dalam berbahasa (Dialek/Logat), Dialek Suku Komering Marga Bengkulah akan terdengar cenderung berintonasi lebih datar, halus serta tidak mendayu jika dibandingkan dengan Bahasa Komering Ulu (mendiami bagian hulu Sungai Komering) yang intonasinya akan cenderung lebih tegas, tinggi dan mendayu.
Kemudian jika masalah intonasi suara (Dialek/Logat) antara Bahasa Komering pada umumnya (Komering OKU) dibandingkan dengan Bahasa Batak yang memiliki kemiripan, yaitu sama-sama berintonasi dialek/logat yang tinggi dan tegas (keras/lantang) menjadi latar belakang pendapat yang mengatakan bahwa asal usul Suku Komering masih ada hubungan yang erat dengan Suku Batak di Sumatera Utara.
Lalu bagaimana dengan kemiripan intonasi antara Bahasa Komering dengan Bahasa Bugis Sulawesi dan suku-suku di Indonesia timur di antaranya Flores, Maluku serta Timor. Dengan fakta tersebut apakah suku Komering bisa dikatakan ada hubungan asal usul yang sangat erat dengan suku-suku tersebut?
Artinya, jelas bahwa ada beberapa hal seperti kosa kata atau adat istiadat yang mungkin mirip, tetpi dengan itu lalu kita serta merta menyimpulkan bahwa di antara suku-suku itu dulunya memiliki hubungan darah atau sejenis.
Karena itu, sangat butuhkan penelitian yang lebih ke dalam dan lebih luas untuk membuktikan apakah suku Komering di Sumatra Selatan memiliki hubungan dengan suku Batak di Sumatra Utara.
Tentu saja, tidak dengan semudah itu kita dapat berargumentasi dan mengeluarkan pendapat, apalagi pendapat itu sangat terkait dengan sejarah dan asal-usul suatu suku bangsa, dengan sebuah argumentasi yang mungkin masih dangkal alias belum akurat.
Duga Pemilu Curang, Ramai-ramai Kyai dan Ulama Sampang Desak Bawaslu Gelar Coblos Ulang LAPORAN : NOVIYANTO AJI SABTU, 17 FEBRUARI 2024 |...